Ya Allah, Betapa hebatnya melewati masa-masa sulit terkena infeksi Covid 19

Melewati masa-masa sulit terinfeksi Covid 19 di akhir tahun 2020. Saat itu saya masih bekerja di Perusahaan garment yang cukup besar di wilayah Jawa Tengah.

Pagi itu, istri saya mengeluh sakit perut dan beberapa kali mengalami diare yag tidak kunjung berhenti. Setelah diberikan obat sakit diare, beberapa jam sudah mereda, sehingga saya tetap melanjutkan berangkat kerja.



Siang itu tiba-tiba istri nelpon kalau saat ini sudah di Klinik larizma, saya nanya sama siapa?  istri saya menjawab kalau dia ke Larizma naik gojek. Sampai disini saya tidak memiliki firasat kalau ternyata istri harus opname disana. Saya shock ketika sorenya istri info kalau saat siang tadi sudah langsung opname karena sudah tidak kuat lagi. Saya langsung ijin pulang dan langsung ke klinik tersebut.

Sampai disini, saya nungguin istri bergantian sama anak pertama saya. Saya berdoa atas kesembuhan istri saya, akan tetapi sepertinya Tuhan masih mau menguji kesabaran kami. Setelah melewati satu hari di Larizma, kondisi kesehatan istri semakin menurun,  istri merasakan sakit yang tak tertahan, ditambah sakit di dada dan sesak nafas yang sangat menyesakkan. Akhirnya Keluarga besar diwakili oleh kakak ipar kami datang menjemput ke Larizma dan membawa ke RS Telogorejo Semarang. 

Masuk IGD/ICU di rumah sakit tersebut, dokter jaga dan para perawat langsung melakukan pemerikasaan, test darah, dan test lainnya. Butuh waktu nunggu cukup lama untuk mendapatkan informasi sakitnya apa dan juga infonya Kamar sudah penuh. Jam 10 pagi kami sampai ke RS Telogorejo, setelah menunggu hampir 4 jam, kakak kami ijin pulang kembali ke Pemalang. Kami mengucapkan banyak terima kasih karena telah membantu pengurusan istri saya di RS Telogorejo. Kami melepas kakak ipar sampai pintu IGD. 

Setengah jam selepas kakak ipar kami pulang, perawat memanggil saya untuk menemui dokter yang memeriksa istri saya. Saya dipersilahkan duduk dan dokter menyampaikan supaya tenang. Setelah dirasa cukup tenang, saya tetap berharap-harap cemas, karena terlihat Dokter cukup cemas dan gelisah. Sampai akhir beliau bicara "Mohon maaf bapak, istri bapak tidak bisa masuk ke kamar normal dan harus di Isolasi karena dari hasil foto rontgen, terlihat kabut menutupi dada istri bapak, dan indikasi kami, istri bapak sudah terinfeksi Covid 19". 

Bagai petir menampar muka saya, saya pucat dan lemas atas informasi ini. Saya dipersilahkan bawa istri untuk Swab PCR dan langsung ke Kamar Isolasi. Bagai mimpi buruk, istri akan ditinggal sendiri selama 14 hari di kamar isolasi di RS telogorejo. Akhirnya saya menawar ke Dokter bagaimana kalau istri saya bawa ke rumah untuk isolasi mandiri dan Swab di tempat lain.

Sang Dokter mempersilahkan dengan ramah, kalau itu sudah menjadi keputusan saya. Saya segera hubungi kakak ipar saya dan mengabarkan kalau istri saya terindikasi kena Virus Covid, Kakak ipar mengembalikan keputusan di tangan saya. Akhirnya saya bawa pulang istri, Saya hubungi beberapa tempat yang bisa melakukan PCR, ternyata RS terdekat, yakni RS Kens saras bisa menerima Swab PCR dan terjadwal besok hari jam 9 pagi.

Malam itu, sambil menunggu PCR besoknya, istri tidur di rumah, meski gejala covid mulai terlihat, dimana  diare belum sembuh, sesak nafas mulai bertambah parah.

Paginya, kami antar istri ke RS Kensaras untuk Swab PCR. dan setelah selesai Swab PCR  istri tidak mau pulang karena kondisi semakin tidak karuan, akhirnya kami bawa ke IGD RS Kensaras. kami tidak sampai kepikiran untuk menyampaikan bahwa sehari sebelumnya sudah di periksa di RS Telogorejo. Butuh waktu cukup lama di IGD sampai akhirnya diperbolehkan ke Kamar karena hasil test di RS Kensaras berbeda dengan RS Telogorejo. Satu dua hari istri mendapatkan perawatan intesif dari dokter spesialis. hari ke empat diperbolehkan pulang.

Sampai di hari ke empat, di pagi hari, bagai petir menyambar, saya dipanggil oleh perawat untuk menemui dokter jaga, bahwa istri tidak boleh dibawa pulang dan harus dibawa ke ruang isolasi rumah sakit, karena hasil swab PCR 3 hari sebelumnya sudah keluar dan Positif!!!. Saya panik sekali, karena harus di isolasi di RS dan tidak boleh isolasi mandiri. Akhirnya saya menandatangani surat bahwa brsedia di isolasi RS dengan ketentuan yang saya masih ingat betul di point, jika istri meninggal, maka proses penguburan harus dengan prokes. Saya lemas sekali. Perawat-perawat berdatangan dengan memakai baju APD, mengemasi semua barang-barang kami. bergegas membawa istri ke ruang siolasi menggunakan mobil ambulance. saya duduk disamping istri yang terbaring dalam mobil ambulance menuju ruang isolasi. Istri jalan menuju ruang isolasi didampingi para perawat ber APD lengkap....saya melepas istri yang rencananya 14 hari sangat minim informasi dan harus berjibaku dengan kematian seorang diri.

Jam 2 siang, istri masuk di ruang isolasi, lama saya diluar dan ditanya sama satpam RS, bapak mau antar barang-barang buat keluarga yg di ruang isolasi? saya jawab ya, akhirnya diminta nulis nama pasien di barang-barang tersebut. Saya nunggu kabar kapan barang-barang mau diantarkan? dijawab satpam nanti di shift berikutnya....ya Allah... padahal istri tidak membawa keperluan apapun... hanya baju di badan.

Sampai akhirnya, ada telepon masuk, dengan nomer yang belum tersimpan namanya. saya bicara Halo, Assalami'alaikum dengan lemas...  Disana saya dengar suara lemas, istri saya sambil menangis... mas...saya takut di ruangan ini. ada 14 orang yang semuanya positif jadi satu ruangan. saya jawab .. sabar mah... dia kemudian berpesan supaya segera bawakan barang bawaan dan hp yang dari tadi tidak ikut terbawa masuk.

Beberapa jam belum ada petugas datang sampai akhirnya saya memaksa ke satpam supaya perawat yang di dalam bisa ambilkan dan bawa ke dalam. akhirnya perawat keluar dan ambil barang-barang tersebut dengan sedikit bersungut-sungut, saya memaklumi karena bisa jadi dia juga kelelahan.

Setelah barang dimasukkan dan hp sudah diterima sama istri, kemudian saya intens berkomunikasi, telpon, Chat WA. Hari semakin sore, matahari mulai tidak kelihatan, saya masih menunggu di luar Isolasi... belum bisa melepas istri masuk ke ruang isolasi seorang diri. Sekira habis maghrib istri menelpon saya dan bilang tidak kuat di dalam ruang ini. apalagi sudah begitu lemas karena berkali-kali diambil darahnya, entah buat apa.....

Diruang isolasi, terdengar suara istri samar-samar dan lemas, menyampaikan tidak kuat lagi, minta dikeluarkan dari ruang tersebut. Akhirnya saya menuju ruang jaga dokter. Saya dibantu anak pertama saya, bernego sangat alot dengan dokter jaga, ketika kami minta dikeluarkan dari ruang isolasi. lebih dari 2 jam kami memaksa supaya istri bisa dikeluarkan, dokter jaga dan kepala perawat minta ijin masuk untuk diskusi, 10 menit kemudian keluar, akhirnya dengan suara cukup rendah dari ibu kepala perawat menyampaikan, boleh dibawa pulang dengan syarat yang sangat ketat, bahkan jika saat isolasi mandiri di rumah tidak dilakukan sesuai prokes, maka pihak Dinkes akan ambil dan dibawa ke ruang isolasi yang ditunjuk oleh dinkes.  Kami menyanggupi, akhirnya istri bisa dikeluarkan dari ruang siolasi dan dibawa ke rumah. 

Rasanya cukup lega, malam itu istri kami tempatkan di kamar belakang tanpa boleh anggota keluarga berhubungan langsung. Piring, gelas, pakaian dan semua keperluan istri semuanya dipisah. Menjelang malam, mimpi buruk kami kembali, istri merintih kesakitan di dalam dada, sesak nafas yang sangat. istri menangis kesakitan....saya kasihan sekali, We love u, mah.....

Istri tidak bisa tidur semalaman, kami pun selalu terjaga, paginya istri mencoba tidur tapi tetap belum bisa. Tensi darah sangat tinggi. Malam pertama selama istri di rumah kami lewati dengan sangat mendung, suram, menakutkan...

Paginya istri sedikit sekali bisa tidur, detik demi detiknya, istri pegang tasbih, berzikir, menangis sendiri, berzikir lagi, mencoba membaca Alquran....menangis lagi.....

Malam ke dua, kami sangat was-was... ternyata serangan lebih parah lagi, hampir saja kami putus asa dan mau kirim istri kembali ke RS. tetapi kami khawatir kalau malah terjadi apa-apa... kami berusaha berbuat apa saja untuk mengurangi rasa sakit istri dan ibunya anak-anak... Malam itu bersyukur , alat nebulizer datang lewat paket, Anak kami menyiapkan nebulizer... untuk mengurangi sakit di dada. Ada pengharapan istri bisa mengurangi sakit di dada. istri mencoba tidur setelah terapi tersebut. ketika terbangun, obat yang malam hari belum diminum dan segera diminum... anehnya setelah minum, sakit di dada muncul lagi, istri mengerang kesakitan dan nafas sangat berat. Kami lakukan apa saja supaya bisa meredakan sakitnya. kami tejaga sampai pagi....

Pagi hari, tiba-tiba istri ambil keputusan, untuk tidak meneruskan minum obat-obatan seperti antibiotik, antivirus dan lain-lain, karena dia merasa, ketika setelah minum obat tersebut, malahan seperti ada serangan lagi. Ternyata benar, setelah lepas tidak minum obat lagi malahan berangsur-angsur nafas tidak sakit lagi dan mulai bisa tidur. Akhir obat tidak diminum lagi. Kami sediakan vitamin, makanan bergizi, madu klanceng dan suplemen lainnya....

Hari ke empat, istri sudah mulai bisa tidur, meski sangat sedikit durasinya... apalagi kalau dengar suara sirine ambulance yang beberapa kali lewat, istri saya langsung terbangun dan menangis...

Alhamdulillah, hari demi hari kami lewati dengan perjuangan. 

Tidak mengapa, saat itu pekerjaan saya hilang.... 

  

Comments

Popular posts from this blog

Dengan Shalawat, buktikan perubahan dalam 40 hari, Insya Allah

Apa itu sistem pengecekan baju "Clock Wise"?